Pesantren Sebagai Basis Sastra

Pesantren sebagai lembaga pendidikan telah banyak memberikan sumbangsih pada kemerdekaan untuk sebuah bangsa bernama Indonesia.Pesantren yang dianak tirikan keberadaannya tidak membuat tenggelam dalam lembah duka. Pesantren terus saja memberikan pengabdian terbaik untuk bangsa.
Para santri sedang apresiasi sastra

Pesantren yang mendapat stigma, kolot, kampungan hanya fokus pada segala permasalahan agama, agaknya perlu diluruskan. Pesantren dengan pendidikan kerohanian semakin memperhalus budi dengan tradisi sastranya. Di pesantren degup sastra terasa sangat nyata. 

Tradisi bersastra bahkan telah menjadi kegiatan yang mengasyikkan baik digemakan dalam bentuk nadham maupun dalam bentuk diba'. Rasanya para pecinta sastra harus bersyukur dan berterima kasih karena bangsa Indonesia punya lembaga pendidikan bernama pesantren, yang sangat kental dengan tradisi sastra. 

Menjadi Civitas pesantren atau sebagai seorang pejuang di ranah pendidikan pesantren, tak harus merasa minder bila disandingkan dengan pendidik yang sudah menempuh pendidikan sampai S3 baik di dalam negeri maupun luar negeri, seharusnya mengedepankan rasa syukur. Kendati jenjang pendidikan ada yang sampai Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah, sejatinya kita sudah dibekali dengan ilmu agama dan ilmu sastra.

Tampa harus menempuh jenjang pendidikan tinggi kita sudah dikenalkan kunci pembuka segala ilmu yakni nahwu dan shorrof. Kedua inti ilmu pengetahuan adalah modal dasar untuk membuka ragam ilmu yang belum terbuka. Tak hanya itu kitab blaghah juga menjadi kunci untuk memahami ragam sastra arab.

Kekerabatan pesantren dengan kitab-kitab klasik bisa jadi sebagai titik awal nilai lebih orang-orang yang menempuh pendidikan lewat jalur pesantren dari pada pendidikan umum. 

Menggeluti pemikiran para ulama terdahulu membuat kita sebagai orang pesantren memiliki nilai plus, hanya dengan menempuh pendidikan di tanah kelahiran, di negeri sendiri bisa bertemu dengan ragam pemikiran ulama terdahulu, ikhya' ulumuddin dengan imam al-ghazali, ibu shina dengan kitab pengobatannya, syiir abu nawas, syiir imam syafie dan lain sebagainya. 

Paling tidak orang-orang pesantren harus bersyukur memiliki Gus Dur yang menjadi penanda pesantren lebih dikenal dunia luas dan membubuhkan nama pesantren dalam biodata menjadi suatu hal yang membanggakan, dengan kata lain lulusan pesantren bisa disejajarkan dengan orang-orang yang dengan bangganya memperkenalkan diri di biodata sebagai lulusan kampus ternama. 

Posting Komentar

0 Komentar