Membedah Republik Sengkuni

Dalam dunia pewayangan tokoh Sengkuni atau yang nama lainnya Saubala adalah seorang tokoh antagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia merupakan paman para Kurawa dari pihak ibu. Sangkuni terkenal sebagai tokoh licik yang selalu menghasut para Kurawa agar memusuhi Pandawa. Antara lain, ia berhasil merebut Kerajaan Indraprastha dari tangan para Pandawa melalui sebuah permainan dadu.

Tokoh Sengkuni akan jadi menarik bila direfleksikan kondisi sekarang. Semangat dan jiwa Sengkuni, ditrengarai sudah merambah dalam reana kehidupan masyarakat, khususnya mmasyarakat pemegang kekuasaan.

Hal inilah yang menjadi topik pembicaraan dalam peluncuran dan bedah buku “Republik Sengkuni”, yang ditulis oleh Abrarri Alzael. MH. Said Abdullah dan Migdad Husein, di Meeting Room Kedai HK Sumenep, Minggu, (7/12/2014).

Sejumlah tulisan pendek yang diramu dari Catatan Pinggir Koran Madura itu cukup menarik untuk dibaca semua kalangan, karena buku ini menyajikan persoalan-persoalan yang terjadi di negara kita.

Buku ini tampaknya bukan sekedar “wacana”, tapi pembaca akan diajak masuk wilayah pergolakan yang terjadi dari semua arah, khususnya yang menyangkut persoalan-persoalan massif yang kerap terjadi secara membabi buta.

Hal ini juga ditengarai Sengkuni “bermukim” di Madura sudah sejak lama. Bila kita  menoleh ke wilayah kebiasaan orang Madura, yang cenderung punya watak “tidak mau mengalah”, yaitu kerap menonjolkan egoisme dan kardi (karebbha dhibi’) pada kepentingan tertentu, menandakan  semangat Sengkuni sudah lama merasuk kedlam diri jiwa orang Madura. Hal ini ditampakkan dalam tataran kebijakan politik, juga kerap dilakukan oleh pengambil keputusan.

Peluncuran dan bedah buku diselenggarakan memperingati ulang tahun ke 2 Koran Madura, sebenarnya sangat menarik diangkat kepermukaan, namun disayangkan peluang untuk “membakar Sengkuni” dalam beberapa perpektif tidak bisa dikembangkan, lantaran waktu yang terbatas dan dibatasi.

Dalam kesempatan tersebut, hadir sejumlah budayawan, politisi dan birokrasi yang berharap-harap “mencari dimana Sengkuni bersembunyi” (syafanton)