Mengubah Maindset Anak Menjadi Sosok Panutan

Murid SDIT Al-Hidayah membaca bersama
Anak-anak yang bermasalah dalam kehidupannya berakar dari latar belakang yang berbeda, latar karakter yang berbeda. Dalam desain pendidikan secara nasional karakter inilah yang menjadi target utama dan diimplementasikan dalam kurikulum 2013. 

Sekolah haruslah mewarnai dan merubah perilaku anak, sekolahlah yang harus mempengaruhi rumah, bukan sebaliknya. “Karena inilah tugas utama sekolah, mengembangkan potensi kecerdasan yang dalam K 13 disebut dengan 4 kompetensi. Yang pertama adalah menanamkan pembiasaan”, ungkap Herman Fatah, Kepala Sekolah SDIT Al-Hidayah Sumenep, Rabu (28/0-1/2015)

Pembiasaan, semuanya dilakukan dalam rutinitas sehari-hari, ketika anak-anak datang guru telah menyambut dan membangun komunikasi yang hangat dengan para siswa dengan mengajukan pertanyaan yang berisi nilai-nilai spiritual, apakah sudah sholat subuh atau mengaji? Setelah itu melaksanakan baris-berbaris, setelah masuk kelas berdoa dilanjutkan mengulang hafalan Al-Qur’an. 

“Setelah itu secara bergantian wali kelas dan asisten memberikan brifing pagi yang berisi penjelasan atau nasehat kepada anak-anak hal yang berkaitan dengan perilaku yang baik menurut agama, norma sosial, adab kepada kedua orang tua, guru dan terhadap orang lain“, urainya

Menurutnya, ketika proses pembelajaran berlangsung secara intens guru memperhatikan setiap perkembangan anak terutama karakternya baik dari sisi spiritual maupun sosial. Dalam sikap sosial bagaimana relasi hubungan antar teman, membangun sikap empati dan simpati, kerjasamanya, disiplinnya, ketekunannya. 

Karena kita home school dan pulang jam 15.30 setelah sholat dhuhur pengembangan pada segi spiritual dengan melakukan latihan sholat bagi kelas 1 sampai 3 yang mencakup bacaan dan perbaikan gerakan sholat. 

“Untuk kelas 3 ada tambahan melakukan dzikir. Sedangkan kelas 4, 5 dan 6 melakukan sholat berjamaah di masjid. Pembentukan karakter juga dilakukan ketika makan siang, bagaimana adab makan yang benar dan cara makan yang sehat tanpa ada butiran-butiran yang jatuh”, jelas Herman. 

Semua itu dilakukan melalui pembiasaan sehingga kemudian menjadi karakter yang melekat dalam diri setiap siswa. Untuk menumbuhkan rasa cinta pada agama dan Al-Qur’an setelah lulus setiap siswa wajib hafal minimal 1 juz 

Pembiasaan-pembiasaan itu bisa dilakukan oleh siapapun dan diterapkan di sekolah manapun apabila mempunyai impian menjadikan anak-anak kita menjadi generasi masa depan yang islami, jelasnya

Kuncinya hanya satu yaitu merubah pola pikir, mengubah mindset lama dengan cara menjadikan diri sebagai sosok panutan. “Anak-anak butuh figur yang baik, apakah orang tua di rumah, guru di sekolah dan lingkungan dimana mereka tinggal”, jelasnya 

Ada sinergitas yang intens dan komunikasi timbal balik dalam memantau perkembangan anak, ada media penghubung yang menjadi jembatan sekolah dengan guru. Semisal buku penghubung yang memantau setiap perkembangan anak terutama ketika anak-anak mengalami kesulitan, misalnya dalam pengetrapan ibadah. 

Selain itu, tambahnya kemudian, orang tua harus terbuka memberikan informasi, dengan demikian guru bisa membantu kesulitan anak,“Orang tua dan guru harus menjadi halaman terbuka bagi anak-anak sehingga mereka merasa aman dan nyaman ketika berada dalam kesulitan. 

“Disini betapa pentingnya sosok orang tua dan guru karena mereka menjadi contoh riil dalam kehiidupan mereka. Karena demikian pentingnya sekolah dalam membentuk karakter anak. Maka sekolah haruslah bisa mempengaruhi dan mewarnai rumah, bukan malah sebaliknya”, pungkas Herman menutup perbincangan (elma)