Awal
tahun 1903 Kartini menyusun nota untuk Kementerian jajahan Belanda, yang berupa
tanggapannya atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Kementerian itu. Kalangan pemerintahan
tinggi Belanda sudah mengakui Kartini
sebagai ahli pikir modern, sehingga perlu untuk dimintai pendapat
tentang cara memperbaharui sistem
pendidikan dan keadaan sosial politik di negeri jajahan Belanda.
Kritik
pedas yang dilontarkan Kartini pada waktu itu adalah, bahwa rakyat tidak dapat
menarik keuntungan dan manfaat dari sistem yang ada. Karena waktu itu yang
dipentingkan hanyalah menjaga keamanan negara dan bagaimana cara memasukkan
penghasilan yang teratur untuk negara. Negara dan kaum ningrat yang memetik
hasilnya. Rakyat tidak. Kritik yang dilancarkan Kartini, sebagai berikut ;
“Apa gunanya kaum ningrat yang dijunjung tinggi itu bagi
rakyat, kalau mereka dipergunakan oleh pemerintah untuk memerintah rakyat ?
Sampai sekarang tidak ada, atau sangat sedikit, yang menguntungkan bagi rakyat.
Lebih banyak merugikan kalau kaum ningrat menyalahgunakan kekuasannya. Kaum
ningrat harus pantas (berlaku pantas?)untuk bisa dijadikan pujaan rakyat, sehingga
akan banyak manfaatnya untuk rakyat. Pemerintah harus membawa kaum ningrat ke
arah itu. Dan satu-satunya jalan ialah memberi pendidikan watak yang mantab,
yang tidak semata-mata didasarkan pada
pengembangan intelektual, melainkan terutama
pada pembinaan watak …. Banyak sekali contoh yang membuktikan bahwa
tingkat kecerdasan otak yang tinggi sama sekali
bukan jaminan akan adanya keagungan moral”.
Kartini
juga mengemukakan pentingnya peranan wanita dalam membina watak bangsa, yang
menurut pendapatnya harus didahulukan dari pendidikan lain-lainnya. Dan
pemegang pertama pemeran itu adalah ibu. Karena dipangkuan ibu-lah anak belajar
merasakan, berfikir dan berbicara. Dan pendidikan masa kecil itulah yang
menentukan kehidupan selanjutnya. Untuk itulah Kartini menginginkan agar putra-putri bangsawan di bina menjadi ibu-ibu yang pandai, cakap
dan sopan. Mereka itu kemudian yang diharapkan akan menyebarkan kebudayaan kepada rakyat. Anak-anak mereka
yang dibina akan menjadi panutan, menjadi pejabat yang cinta kepada rakyat dan
berguna bagi masyarakat. Dalam suratnya, beliau menulis ;
“Karena saya yakin sedalam-dalamnya bahwa wanita dapat
memberi pengaruh besar kepada masyarakat. Maka tidak ada yang lebih saya
inginkan daripada menjadi guru, supaya kelak dapat mendidik gadis-gadis
daripada pejabat tinggi kita. O, saya ingin sekali menuntun anak-anak itu, membentuk watak
mereka, mengembangkan pikiran mereka yang muda, membina mereka menjadi wanita masa depan, supaya mereka kelak dapat
meneruskan segala yang baik itu. Masyarakat kita pasti akan bahagia, kalau
wanita-wanita mendapat pendidikan yang baik......”.
Demikianlah pemikiran Kartini, diketuklah hati orang-orang
yang ber-pendidikan, ningrat-ningrat jaman lampau dan ningrat-ningrat jaman
sekarang, pria maupun wanita untuk mendengarkan seruan kewajiban menjadi contoh serta panutan bagi rakyat.
Sehingga terbentuk-lah suatu tatanan yang mapan, harmonis dan ideal dalam
masyarakat. Dalam tataran yang lebih luas, akan terbentuk masyarakat yang demokratis dan masyarakat
madani.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang, setelah beliau
menghembuskan nafas terakhir, perjalanan dalam mengadopsi cita-cita
Kartini masih jauh dari harapan sang
pelopor. Karena yang terjadi saat ini, emansipasi luhur yang didengungkan
sebagian telah melenceng dari rel. Banyak sekali wanita Indonesia
terkontaminasi oleh gerakan feminisme
barat, mengadopsi budaya serta pola hidup gaya barat. Hal tersebut tidak dapat
dihindarkan lagi, karena demikian gencar dan derasnya arus informasi di era globalisasi memasuki sendi-sendi kehidupan.
Tak dapat dipungkiri, perkembangan Sains dan IPTEK telah
mengubah tatanan dunia. Satu sisi wanita dihadapkan pada budaya baru yang
diimpor dari barat dan satu sisi lainnya wanita Indonesia tidak mempunyai
pijakan yang kuat dan kokoh dalam penguasaan ilmu pengetahuan, wawasan serta
budaya lokal. Sehingga terjadi kemerosotan moral. Penyakit-penyakit sosial
merajalela serta pola hidup konsumtif.
Lebih dari separuh penghuni bumi nusantara adalah kaum
wanita. Di pundak mereka kejayaan bangsa ini dipertaruhkan. Namun sayang, peran
besar wanita saat ini masih belum menjadi agenda yang sangat penting. Walaupun
saat ini, negara Indonesia di pimpin oleh seorang wanita, namun posisi
wanita belum mencapai hasil yang
memuaskan. Walaupun tidak dapat dipungkiri, banyak dari kalangan wanita yang
telah dapat menduduki pos-pos penting dan strategis, namun masih belum bisa
menggambarkan keberhasilan perjuangan
wanita. Karena berjuta-juta wanita lainnya, masih terpuruk dalam dimensi dunia
lain, dunia ketidak-tahuan dan kebodohan.
Telah satu setengah abad, Kartini telah memberikan pijakan
yang kokoh dan kuat mengenai emansipasi wanita. Yaitu memberikan porsi yang
cukup besar pada wanita untuk pendidikannya, memperluas wawasan, menguasai ilmu
pengetahuan sehingga wanita mampu mengembangkan kemampuannya. Memiliki serta
mencintai akar tradisi, dalam arti budaya lokal akan menjadi benteng yang kokoh
untuk pertahanan. Budaya lokal akan menjadi
landasan berpijak untuk melangkah pada percaturan trans-nasional.
Sehingga dengan adanya pijakan yang kuat dan kokoh, anak-anak bangsa telah siap
untuk berkompetisi pada tataran internasional. Walaupun dalam pola gerak lokal,
namun mampu berfikir global.
Pijakan lain yang menjadi prioritas pemikiran Kartini adalah
pada pembentukan watak dan moralitas yang tinggi. Karena banyak sekali contoh
yang membuktikan, bahwa tingkat kecerdasan otak yang tinggi, belum menjadikan
suatu jaminan dalam pembentukan masyarakat yang bermoral dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
Pemikiran-pemikiran Kartini yang terangkum dalam
surat-suratnya, telah membuktikan sebuah pemikiran yang jenius dan sangat pro-aktif. Sampai saat ini,
cita-cita kemasyarakatannya untuk
pembaharuan masyarakat yang demokratis, yang memberi kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama kepada sekalian warga masyarakat, tanpa membeda-bedakan
jenis kelamin bergulir dan terus-menerus dihembuskan oleh kaum wanita.
Tak salah kiranya, bila wanita Indonesia memberikan
penghormatan yang sangat tinggi untuk ibu Kartini, karena Kartini merupakan
wanita pilihan, sebagai pelopor kaum wanita sekaligus pahlawan Perintis
Kemerdekaan dan pahlawan Nasional. “Beri aku bunga melati, yang mekar di lubuk
hati”
Kembali awal: Kartini: Keluarga Adalah Kekuatan Mendidik